Mengenal Waste di Industri Manufaktur
MENGENAL WASTE DI INDUSTRI

Dalam dunia usaha, baik itu usaha jasa maupun industri manufaktur, kita
sering mendengar adanya istilah ”Pemborosan”.
Pemborosan yang dimaksud disini adalah mengacu kepada istilah pemborosan yang
dalam dunia manufaktur lebih dikenal dengan istilah Waste.
Waste didefinisikan sebagai segala aktivitas yang menggunakan atau
mengkonsumsi sumber daya (resources)
yang tidak memberikan nilai tambah (value
added) pada produk. Idealnya konsumen dalam membeli sebuah produk,
mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkan produk/jasa karena ingin membeli
manfaat yang sebenarnya terhadap produk tersebut. Untuk menghasilkan suatu
produk tentu saja melalui berbagai macam tahapan proses produksi. Proses
produksi merupakan serangkaian tahapan proses dari awal bahan mentah menjadi
produk jadi, dimana dalam tahapan proses itu terdapat proses yang benar-benar
dibutuhkan (value added) dan
proses yang sebenarnya tidak perlu dan bisa dihindari. Proses yang tidak perlu
tersebut menjadikan proses pengerjaan produk menjadi lebih lama, tenaga, mesin
dan peralatan yang berlebih dan semestinya bisa dieliminasi atau jika
memungkinkan dihilangkan. Proses yang tidak perlu tersebut yang dimaksud dengan
pemborosan, karena proses ini menimbulkan biaya tambahan pada poduksi.
Menurut berbagai sumber,
waktu yang memiliki nilai tambah hanyalah sedikit dibandingkan dengan waktu
untuk kegiatan yang tidak memberi nilai tambah. Padahal, keseluruhan waktu
tersebut berimplikasi pada biaya dan ditanggung oleh konsumen. Dengan konsep lean, diharapkan waktu untuk proses tak
bernilai tambah akan berkurang secara terus menerus, sehingga pelanggan tidak
perlu membayar non-added value.
Dalam lean manufacturing, diidentifikasi adanya
tujuh jenis pemborosan yang terjadi dalam suatu sistem produksi dan mempunyai
andil yang besar dalam suatu sistem produksi. Kebanyakan orang ketika diajak
bicara mengenai waste, maka
mayoritas akan membayangkan mengenai limbah, mengenai sampah, atau mengenai scrap hasil produksi. Itu bukan
pemikiran yang salah, namun waste dalam
konsep Lean Manufacturing tidak
hanya sebatas itu. Waste dalam Lean lebih condong untuk diartikan
sebagai “pemborosan”, ketimbang “limbah”. Perlu dipertegas lagi, bahwa yang
dimaksud dengan “pemborosan” adalah segala sesuatu yang tidak sesuai dengan
yang dibutuhkan.
Istilah cacat atau defect yang merupakan salah satu
bentuk waste dapat diartikan
sebagai segala produk dan jasa yang tidak sesuai dengan keinginan pelanggan
kita. Jadi dalam hal ini cacat bukan hanya berarti jam tangan yang tidak
berfungsi, baju yang jahitannya jelek, atau mobil yang tidak bisa berjalan.
Jika kita mesti datang ke kantor tepat jam 7 pagi, maka kedatangan kita jam
07.30 adalah cacat. Jika standar pembuatan KTP adalah antara7-14 hari, maka
jika kita mendapatkan KTP setelah 3 bulan, maka itu adalah cacat. Atau jika
sebuah botol air mineral besar harus berisi antara 1490 ml – 1510 ml, maka jika
kita mendapatkan botol yang isinya 1450 ml, itu adalah cacat. Semakin banyak
cacat yang kita hasilkan dari proses yang kita kelola, maka semakin mudah
pelanggan beralih ke perusahaan lain. Dengan semakin ketatnya persaingan,
semakin ketat (dan tinggi juga) pula persyaratan dan ekspektasi yang diinginkan
konsumen.
Sebagai ilustrasi, coba
kita amati persaingan antara shipping
company di Amerika Serikat (AS), diantaranya USPS, UPS dan Fedex.
Jika kita bandingkan kualitas pelayanannya, maka akan kita dapatkan informasi
sbb.: (D. Manggala, 2005)
USPS, untuk jasa standar, biasanya menjanjikan barang dikirim antara 10-14
hari setelah mereka menerima barang. Kadang-kadang 5 hari sudah sampai, ada
juga yang tidak sampai-sampai; ada yang salah kirim ke tetangga sebelah, ada
juga yang kembali ke si pengirim. USPS sebenarnya memberikan sistemonline tracking number untuk melihat
barang kita sampai dimana; akan tetapi sisi kelemahan terdapat padaupdating datanya yang masih sangat
lambat. Biayanya kirim USPS memang paling murah dibanding UPS dan Fedex.
UPS, untuk jasa standar, biasanya menjanjikan barang sampai ke tangan kita
5 hari kerja setelah barang diterima dari customer.
Pelayanan istimewa dari UPS adalah memberikan tracking
number yang sangat up to date sehingga
kita tahu persis hari dan tanggal barang sampai di rumah kita. Rata-rata UPS
bisa menepati janji untuk mengirim barang dalam 5 hari, bahkan sering lebih
cepat. Persoalannya adalah UPS memberikan range waktu
yang masih terlalu lebar. Misalnya akan mengantar antara jam 8 pagi-12 siang,
atau jam 2 siang - 5 sore, yang tentu sering membuat jengkel penerima barang,
karena di samping lamanya waktu menunggu, terkadang juga masih terlambat.
Fedex, untuk jasa standar, sebenarnya mirip seperti UPS, dimana bisa memenuhi
pengiriman barang dalam 5 hari (sesuai janji) serta memberikan tracking number yang up to date. Kelebihan Fedex adalah mampu
memberikan perkiraan waktu yang cukup tepat, misalnya akan mengantar barang
tanggal 12 Desember 2012 jam 10 pagi. Mereka bisa memenuhi janji itu, dengan
toleransi maksimal satu jam. Selain ketepatan waktu, masih ada servis memuaskan
dari Fedex, yaitu mereka akan menelpon kita jika mereka sudah dekat rumah kita,
atau akan meninggalkan no handphone kurirnya jika kebetulan kita sedang keluar.
Sedikit kekurangannya adalah biaya pengiriman dengan Fedex yang lebih mahal
dibanding jasa kurir yang lainnya.
Inti dari ilustrasi diatas
adalah bahwa semua perbedaan itu adalah dalam bagaimana ketiga perusahaan itu
mengelola prosesnya serta bagaimana mereka bisa mengurangi VARIANSI dari proses
dan servis mereka. Memang tidak ada informasi mengenai tool yang digunakan olehUPS dan FEDEX,
namun yang pasti bahwa proses di dua perusahaan itu selalu diperbaiki dengan
menggunakan metode yang sangat terstruktur dan rapi.
Waste pada
sebuah perusahaan digambarkan sebagai sebuah fenomena gunung es, dimana yang
nampak jelas terlihat hanyalah sebagian kecil pemborosan, namun sebenarnya
dampak dari pemborosan tersebut juga merupakan pemborosan-pemborosan jenis
lain.
Dalam dunia produksi,
terdapat 2 jenis waste, yaitu waste yang tidak dapat dihindari dan waste yang dapat dihindari. Waste yang tidak dapat dihindari (hidden waste) merupakan jenis waste yang hanya dapat dihilangkan
dengan metode kerja terbaru, bantuan teknologi ataupun kebijakan terbaru.
Kemudian, waste yang dapat
dihindari (obvious/jelas) akan dibahas
lebih lanjut dalam tulisan-tulisan berikutnya. Lean sendiri
telah mengelompokkan pemborosan menjadi 7 jenis atau biasa dikenal dengan
istilah Seven Waste (tujuh
pemborosan).
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Fawaz, Lean Manufacturing Tools and Techniques In The
Process Industry With the Focus on Steel, Dissertation, University of
Pittsburgh, 2003.
Akinlawon, Akin, Thingking Of
Lean Manufacturing System.
Becker, Ronald, Lean
Manufacturing And The Toyota Production System.
Jahja, Kristianto, 5R,
Productivity & Quality Management Consultants, Jakarta Pusat, 1995.
Jeffrey K. Liker, The Toyota
Way: 14 Management Principles from theWorld's Greatest Manufacturer,
McGraw-Hill © 2004.
Monden, Yasuhiro, Sistem
Produksi Toyota, Seri Manajemen Operasi No.8, Edisi Indonesia ,
Cetakan pertama, PPM, Jakarta, 1995.
Komentar
Posting Komentar