PRODUKSI BERLEBIH (WASTE)
PRODUKSI BERLEBIH

Waste jenis
ini biasanya disebabkan oleh adanya kecenderungan untuk membuat produk yang
tidak diinginkan oleh customer atau
memproduksi sesuatu sebelum diminta oleh pelanggan, hingga bisa menyebabkan
membengkaknya jumlah persediaan.
Over production yaitu memproduksi produk jauh lebih besar dari permintaan konsumen.
Produksi berlebih dapat berakibat pada berbagai pemborosan diantaranya;
terciptanya persediaan yang tak perlu, tambahan usaha/pekerjaan untuk menangani
bahan, tempat tambahan untuk menyimpan persediaan serta bunga bank yang harus
dibayar karena peningkatan modal kerja.
Dalam Lean Manufacturing, produksi harus
didasarkan pada sistem tarik (pull
system),yaitu membuat produk sesuai dengan keinginan atau permintaan
konsumen. Dalam Lean Manufacturing,
semua produk yang diproduksi di luar hal tersebut (Work
In Progress, buffer, safety stock) merupakan pemborosan karena hal
tersebut membuat organisasi menjadi tidak dapat melakukan hal lain yang dapat
memenuhi keinginan konsumen.
Biasanya, hal yang kerap
terjadi adalah ketika hasil produksi tidak sempurna/cacat menumpuk, maka kita
dapat dengan mudah mengenalinya sebagai bentuk dari pemborosan sehingga
menambah tingkat kerugian yang diderita perusahaan. Namun, ketika hasil
produksi yang bagus dan sempurna menumpuk, kita sering menyebutnya sebagai
inventaris serta memandangnya sebagai rutinitas, bukan sesuatu hal yang aneh
dan berdampak negatif. Ironisnya, justru masalah inventaris inilah yang menjadi
sumber utama pemborosan dalam sebuah perusahaan, dan bahkan sangat mungkin
pemborosannya akan lebih besar dari pemborosan yang ditimbulkan oleh penumpukan
barang cacat. Ketika melihat sebuah tumpukan barang yang kita sebut sebagai
inventaris, kita harus segera mengenalinya sebagai aset lancar atau bukan. Jika
inventaris tersebut dapat segera dijual atau digunakan secara cepat, maka
pemborosan tidak akan terjadi berlarut-larut yang dapat memakan biaya
penyimpanan (gudang), biaya depresiasi, kerusakan serta inefisiensi ruang gerak
yang dapat memperlambat waktu pengerjaan sesuatu produk. Jangan sampai pihak
perusahaan tertipu oleh barang-barang yang tertata rapi di gudang, karena sangat
mungkin barang-barang tersebut merupakan pemborosan yang telah tersembunyi
bertahun-tahun dan tidak disadaritelah banyak mengurangi keuntungan perusahaan.
Sebagai contoh, kondisi
yang dijumpai pada IKM-IKM Logam di sentra IKM Logam Nitikan Yogyakarta,
sebagian besar perusahaan beroperasi dengan Make
to Stock, mereka membuat barang tidak berdasarkan order/pesanan konsumen.
Hal ini menimbulkan masalah karena kapasitas gudang yang terus menyempit karena
terlalu banyaknya jumlah barang yang diproduksi, sementara pesanan tak kunjung
datang serta cara pemasaran yang dilakukan juga masih sangat
tradisional.Selainitu, modal perusahaan yang tersimpan dalam bentuk barang di
gudang tersebut juga bernilai ratusan juta. Belum lagi cara penyimpanan yang
salah, dengan menumpuk produk jadi tanpa alas yang baik, sehingga menyebabkan
produk di bagian paling bawah mengalami kerusakan. Secara umum, IKM tidak
menggunakan perencanaan permintaan dalam memproduksi barang. Mereka umumnya
memproduksi secara banyak, tanpa memperhatikan apakah produk yang mereka buat
itu diperlukan oleh pasar atau tidak, dan juga tidak mempertimbangkan
faktor-faktor yang mungkin terjadi dan mempengaruhi pemasaran produk, misal
adanya perubahan minat/selera dari para pelanggan, perubahan tingkat pendapatan
pelanggan baik naik atau turun, perubahan akses dari dan menuju tempat
pelanggan, dsb.
Dari hal yang nampaknya
sepele dan lumrah jika dilihat dari kacamata para pengusaha IKM tersebut,
sebenarnya muncul potensi kerugian yang sangat besar, mulai dari bunga bank
yang harus dibayarkan karena untuk memproduksi barang yang disimpan di gudang
tersebut memerlukan pinjaman dari bank, space ruang
kerja yang berkurang karena digunakan untuk “menimbun” produk jadi, hingga
kemungkinan besar terjadi cacat produk jadi yang disebabkan karena proses
penyimpanan yang terlalu lama.
Sebagai gambaran, dapat
kita bayangkan banyaknya penumpukan produk (over
production) yang terjadi akibat sistem produksi yang tidak menggunakan
perencanaan permintaan dengan baik. Perusahaan hanya memproduksi dan
terus memproduksi tanpa mempunyai data rata-rata permintaan per minggu atau per
bulannya. Hal ini kemudian akan berpengaruh pada waste jenis
lain diantaranya adalah excess
inventory.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Fawaz, Lean Manufacturing Tools and Techniques In The Process Industry With the Focus on Steel, Dissertation, University of Pittsburgh, 2003.
Akinlawon, Akin, Thingking Of Lean Manufacturing System.
Becker, Ronald, Lean Manufacturing And The Toyota Production System.
Jahja, Kristianto, 5R, Productivity & Quality Management Consultants, Jakarta Pusat, 1995.
Jeffrey K. Liker, The Toyota Way: 14 Management Principles from
theWorld's Greatest Manufacturer, McGraw-Hill © 2004.
Monden, Yasuhiro, Sistem Produksi Toyota, Seri Manajemen Operasi No.8, Edisi Indonesia , Cetakan pertama, PPM, Jakarta,
Komentar
Posting Komentar